Kamis, 24 Juli 2014

Biogas dari Feces Ayam


BIOGAS DARI FESES AYAM

ABSTRAK
Produksi biogas dari feses ayam (total solid 86,5%, kadar air 13,5%, volatil solid 64,3%, pH, 6,7) telah dilakukan. Feses ayam kering yang digunakan adalah 2,8 kg ditambahkan pada digester anaerobik yang mengandung 3,7 liter air hangat dan difermentasi pada 28°C. Produksi biogas dimulai setelah 7 hari dan mencapai jumlah rata-rata 72,2 cm2/kg/hari setelah tiga minggu. Dua kelompok bakteri yang diisolasi dari digester. Terdiri dari bakteri pembentuk asam (Bacillus subtilis, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococus aureus, dan Escherichia coli) dan pembentuk methan (Methanobacterium sp dan Methanococcus sp). Fungi yang diisolasi meliputi : Mucor mucedo, Aspergillus niger, dan Penicillium notatum. Temperatur 33,3°C optimum untuk produksi biogas (90cm3/kg/hari). Resultan sludge digunakan untuk menstimulasi pertumbuhan jagung dan hasil menunjukkan bahwa jagung yang ditanam di tanah yang tidak memiliki sludge memiliki tinggi rata-rata 711 mm sementara yang tumbuh di lumpur memiliki ketinggian rata-rata 1.564 mm setelah empat belas hari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa feses ayam dapat digunakan untuk produksi biogas dan sebagai biofertilizer.

PENDAHULUAN
Secara rata-rata, komposisi kotoran fisik ayam termasuk feses, urin, dan sampah yang terutama terdiri dari nitrat. Pencemaran nitrat tidak diinginkan karena potensinya dalam eutrofikasi, methemoglobinemia, dan nitrosamine formasi (Ajuyah, 1996).
Proses metanogenesis meliputi hidrolisis, asidogenesis/ asetogenesis, dan metanogenesis (Ainswort et al., 2001; Odeyemi, 2001; Charles et al., 2003). Metana adalah utama komponen biogas (50-70%). Komponen lainnya termasuk CO2 (30-40%) dan sedikit H2S dan uap air (Odeyemi, 2001).
Kehadiran CO2 dan H2S dalam biogas tidak diperlukan dan akan dibuang untuk kinerja optimal. CO­2 ini dapat dihapus dengan melewatkan gas dalam kalsium hidroksida, kalium hidroksida, barium hidroksida atau air sedangkan H2S dapat dihilangkan dengan melewatkan gas dalam tembaga sulfat, sulfat besi, timbal nitrat, besi klorida atau air (Lawal et al., 2001). Faktor yang mempengaruhi produksi biogas meliputi C:N rasio, temperatur, waktu penyimpanan, pH, konsentrasi lumpur, laju pengadukan/ pencampuran, dan nutrisi bakteri (starter) (Oyeleke et al., 2003).
Salah satu masalah pembakaran dihadapi dunia saat ini adalah pengelolaan semua sumber yang membahayakan kehidupan manusia. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan biogas dari feses ayam dan memanfaatkan lumpur sisa sebagai biofertilizer.

BAHAN DAN METODE
Koleksi Sampel : feses kering ayam yang diperoleh dari Niger State Livestock Feeds, Bosso, Minna, Nigeria, dan dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi dari Federal University of Technology, Minna dalam kantong plastik bersih.
Karakterisasi Feses Ayam : parameter fisikokimia dari feses ayam ditentukan oleh pengujian untuk total solid, kadar air, volatil solid, dan kadar abu menggunakan metode yang dijelaskan oleh Jeffery et al., (1989).
Persiapan Bubur : 2,8 kg feses ayam dimasukkan dalam 3,7 liter air hangat, dicampur dan diisi ke dalam digester anaerobik dengan sesekali agitasi seperti yang dijelaskan oleh Bajah & Garba (1992).
Penentuan pH dan Temperatur : pH bubur ditentukan dengan menggunakan SUNTEX pH meter (SP-701) sedangkan temperatur diukur dengan menggunakan termometer.
Persiapan Media : media kultur yang digunakan disiapkan dengan metode laboratorium standar yang dijelaskan oleh Cheesbrough (2003). Ini termasuk : kaldu nutrisi, nutrien agar, centrimide agar, agar garam manitol dan sabouraud dextrose agar.
Isolasi dan Karakterisasi Mikroorganisme : Bubur diencerkan bertingkat menggunakan pengenceran tingkat sepuluh kali dan 0,1 ml dari 10-7 faktor pengenceran tersebar ke plate nutrien agar untuk enumerasi dan isolasi bakteri dan sabouraud dekstrosa agar untuk enumerasi dan isolasi jamur. Plate nutrien agar diinkubasi secara aerob dan anaerob pada 37°C selama 24 jam. Pelat agar sabouraud dekstrosa diinkubasi pada 28°C selama 3-5 hari. Isolat bakteri dikarakterisasi menggunakan metode yang dijelaskan oleh Cowan (1974), sedangkan jamur dikarakterisasi secara makroskopik dan mikroskopik (Domsch & Gams, 1970).
Proses Digesti : Digunakan sebuah silinder tangki digester 60 liter. Bubur dimasukkan dalam digester melalui inlet. Inlet tertutup untuk udara yang akan masuk pada digester. Ujung pipa terhubung pada rangkaian labu bulat dibawah air untuk menerima gas CO2 dan H2S dalam jangka waktu penyimpanan sepuluh (10) hari. Air yang masuk dari pipa masuk dan diuji keasaman menggunakan kertas lakmus.
Pengaruh Sludge pada Pertumbuhan Jagung : Sedikit tanah liat diukur dan ditempatkan dalam dua puluh wadah dan dibasahi dengan air. Lumpur dari digester dicampur dengan tanah sepuluh wadah sedangkan sisanya sepuluh wadah dibiarkan tanpa sludge (kontrol). Dua butir benih jagung dalam wadah. Semua pengamatan sehubungan dengan perkecambahan dan pertumbuhan (tinggi) tercatat selama dua minggu.

HASIL
Sifat fisikokimia feses ayam segar dan sludge feses ayam pada 18 hari digestion : Tabel 1 menunjukkan sifat fisikokimia feses ayam segar dan sludge feses ayam pada hari ke -18 dari pencernaan. Ada peningkatan persentase (%) Total Solids (dari 86,5 menjadi 23,6%), kadar air (dari 13,5 menjadi 76,4%), kadar abu (dari 35,7 menjadi 44,8 %), dan pH (dari 6,7 menjadi 6,9) antara feses ayam segar dan sludge feses ayam pada hari ke-18 digestion tapi ada penurunan volatil solid (dari 64,3 menjadi 55,3%) dan temperatur (°C) (dari 31,3 menjadi 30,0%).

Jumlah Bakteri yang Terisolasi dalam Digester : Tabel 2 menunjukkan rata-rata bakteri yang diisolasi dari digester. Bakteri dengan jumlah tertinggi adalah Methanococcus sp. (1,5x108 cfu/g) diikuti oleh Methanobacterium sp. (1,2x106 cfu/g) sedangkan bakteri dengan jumlah minimal adalah Pseudomonas aeruginosa (1,0x102 cfu/g) diikuti oleh Bacillus subtilis (1,5x103 cfu/g).

Jumlah Jamur yang Terisolasi dalam Bubur Sebelum Digestion : Jamur dengan jumlah tertinggi pada bubur yang belum diisolasi adalah Mucor mucedo (1,7x103 cfu/g), diikuti oleh A. niger (2,0x102) dan Penicillium notatum (1,5x102 cfu/g).
Pengaruh Temperatur dan pH pada Produksi Biogas selama 18 hari: Rerata produksi biogas adalah 72,2 cm3/kg/hari, berarti pH adalah 6,9 sedangkan temperatur rata-rata adalah 30,9°C. Volume biogas tertinggi (90 cm3/kg/hari) diproduksi hari ke-14 pada temperatur 33.3°C dan pH 7,0 diikuti oleh 85 cm3/kg/hari pada ketiga belas (13) hari pada temperatur 33,0°C dan pH 7,0. Volume paling biogas paling sedikit (60 cm3/kg/hari) diproduksi pada tanggal 9 hari dengan temperatur 28°C dan pH 7,2.
Efek rata-rata lumpur yang diperkaya tanah terhadap pertumbuhan tanaman jagung
(mm)
: Tabel 3 menunjukkan efek tanah diperkaya sludge terhadap pertumbuhan tanaman jagung (mm). Pertumbuhan tertinggi jagung yang fortified dengan sludge pada periode pertumbuhan empat belas (14) hari adalah 3300 mm sedangkan pertumbuhan tertinggi tanaman jagung unfortified dengan lumpur dengan periode pertumbuhan empat belas (14) hari adalah 1400 mm. Rata-rata pertumbuhan jagung fortified dengan lumpur adalah 1564 mm, sementara rata-rata pertumbuhan tanaman jagung unfortified dengan lumpur adalah 711 mm.

PEMBAHASAN
Hasil dari sifat fisikokimia feses ayam selama 18 hari menunjukkan penurunan total solid (%) dan volatil solid (%) 86,50 menjadi 23,60 dan 64,32 menjadi 55,23. Hal ini mungkin karena penggunaan limbah oleh mikroorganisme. Sesuai dengan pendapat dari Oyeleke et al. (2003), yang menyatakan bahwa, total solid dan volatile solid berkurang dan produksi metana meningkat. PH berkisar 6,8-7,4 sesuai dengan Hansen (2001) yang menyatakan bahwa kisaran pH 6,8 dari netral menjadi 7,4 diperlukan untuk produksi biogas optimum sedangkan temperatur bervariasi dari 28°C sampai 33,3°C. Produksi gas diamati dengan peningkatan temperatur (Tabel 4), sesuai dengan Lawal et al. (2001) bahwa produksi biogas lebih baik dengan peningkatan temperatur dan penurunan temperatur mengakibatkan penurunan produksi biogas.

Periode penahanan dan penyimpanan untuk produksi biogas adalah hari kedelapan dan sepuluh hari. Hal ini mungkin disebabkan oleh akumulasi asam, kehabisan nutrisi atau produksi substansi auto toksik oleh mikroba karena proses ini adalah batch culture system.
Dua kelompok bakteri telah diisolasi dari digester (Tabel 2), merupakan bakteri pembentuk asam (B. subtilis, P. aeruginosa, S. aureus, dan E. coli) dan pembentuk metana (Methanobacterium sp. dan Methanococcus sp.). Pembentuk asam mengkonversi senyawa kompleks dalam limbah ayam seperti karbohidrat, protein, dan lemak menjadi asam lemak dengan berat molekul rendah, asetat, dan senyawa organik sederhana. Kemudian diubah oleh bakteri yang memproduksi metana menjadi biogas.
Feses ayam 2,8 kg menghasilkan total 1300 cm3 biogas dengan masa retensi 10 hari dengan rata-rata 72,2 cm3/kg/hari. Jumlah rendah dari biogas yang dihasilkan oleh feses ayam mungkin karena rendahnya C:N ratio 10:1. Lawal et al. (2001) menyatakan bahwa feses unggas mengandung urea tinggi yang pada dekomposisi menghasilkan sebagian besar gas amonia.
Tanaman jagung yang diperkaya dengan sludge (Tabel 3) memberikan pertumbuhan rata-rata 1564 mm sedangkan tanah unfortified memberikan pertumbuhan rata-rata 711 mm. Hal ini mungkin disebabkan oleh peningkatan nutrisi organik dalam tanah yang diperkaya sludge yang berfungsi sebagai pupuk untuk jagung. Dengan demikian, meskipun feses ayam bukan merupakan substrat yang terbaik untuk produksi biogas optimum, tetapi dapat berfungsi sebagai biofertilizer yang sangat baik.

DAFTAR PUSTAKA

Ainswort, J. L., Atwood, D., Rideont, J. (2001). Anaerobic Digester System, Midland Texas, United State Patent No: 6, 299,774 pp.11-18.
Ajuyah, A. O. (1996). The potent of Integrated Biosystems in small pacific island countries, School of Agriculture and Institute for Research Extension and Training, University of the south pacific, Western Samoa, UNESCO publication pp. 5-9.
Bajah, S. H. & Garba, A. (1992). Chemistry. A new certificate approach. Longman Publisher, Lagos Nigeria.
Charles, F. Dennis, S. & James, R. F. (2003). Generating methane Gas from manure. http//www.inform.unid.edu/edu.generating_methjane_gas_from manuire.htm :1-8.
Cheesbrough, M. (2003). Preparation of reagent and culturE media. District Laboratory practices in tropical countries. Cambridge University Press. Edinburgh United Kingdom.
Cowan, S. T. (1974). Manual for the identification of medical Bacteria second ed. Cambridge University Press New York.
Domsch, K. H. & Gams, W. (1970). Fungi in Agricultural Soils. Longman Group Limited, London.
Hansen, W. R. (2001). Methane generating farm livestock wastes. Publication of Farm Management Colorado State University, Colorado.
Jeffery, C.H., Bsset, J., Mendhan, J., Danney, D. (1989). Vogels textbook of quantitative chemical analysis, Longman Group Publishers fifth ed.
Lawal, A. K., Ajuebor, F. N. & Ojosu, J. O. (2001).Characteristic of piggery wastes feeds stock for determination of Design parameters to Biogas digester plant. Nigerian Journal of Research and Review in Science 2:193-198.
Odeyemi, O. (2001). Biogas production. Proceeding of the fifth Annual Conference of the Nigerian Society of Microbioogy, Ado Ekiti, 2nd–6th Dec., 2001, pp. 17-24
Oyeleke, S. B., Onigbajo, H. O. & Ibrahim, K. (2003). Degradation of animal wastes (cattle dung) to produce methane (cooking gas). Proceeding of the eighth annual Conference of Animal Science Association of Nigeria (ASAN), pp. 168-169.