BIOGAS DARI
FESES AYAM
ABSTRAK
Produksi biogas dari feses ayam (total
solid 86,5%, kadar air 13,5%, volatil solid 64,3%, pH, 6,7) telah dilakukan. Feses
ayam kering yang digunakan adalah 2,8 kg ditambahkan pada digester anaerobik
yang mengandung 3,7 liter air hangat dan difermentasi pada 28°C. Produksi biogas
dimulai setelah 7 hari dan mencapai jumlah rata-rata 72,2 cm2/kg/hari setelah tiga
minggu. Dua kelompok bakteri yang diisolasi dari digester. Terdiri dari bakteri
pembentuk asam (Bacillus subtilis, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococus aureus, dan Escherichia coli) dan pembentuk methan (Methanobacterium sp dan Methanococcus sp). Fungi yang diisolasi meliputi
: Mucor mucedo, Aspergillus niger, dan Penicillium
notatum. Temperatur 33,3°C optimum untuk produksi biogas (90cm3/kg/hari).
Resultan sludge digunakan untuk menstimulasi pertumbuhan jagung dan hasil
menunjukkan bahwa jagung yang ditanam di tanah yang tidak memiliki sludge
memiliki tinggi rata-rata 711 mm sementara yang tumbuh di lumpur memiliki
ketinggian rata-rata 1.564 mm setelah empat belas hari. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa feses ayam dapat digunakan untuk produksi biogas dan sebagai
biofertilizer.
PENDAHULUAN
Secara rata-rata, komposisi kotoran fisik
ayam termasuk feses, urin, dan sampah yang terutama terdiri dari nitrat.
Pencemaran nitrat tidak diinginkan karena potensinya dalam eutrofikasi,
methemoglobinemia, dan nitrosamine formasi (Ajuyah, 1996).
Proses metanogenesis meliputi
hidrolisis, asidogenesis/ asetogenesis, dan metanogenesis (Ainswort et al., 2001;
Odeyemi, 2001; Charles et al., 2003). Metana adalah utama komponen biogas (50-70%).
Komponen lainnya termasuk CO2 (30-40%) dan sedikit H2S
dan uap air (Odeyemi, 2001).
Kehadiran CO2 dan H2S
dalam biogas tidak diperlukan dan akan dibuang untuk kinerja optimal. CO2
ini dapat dihapus dengan melewatkan gas dalam kalsium hidroksida, kalium
hidroksida, barium hidroksida atau air sedangkan H2S dapat
dihilangkan dengan melewatkan gas dalam tembaga sulfat, sulfat besi, timbal
nitrat, besi klorida atau air (Lawal et al., 2001). Faktor yang mempengaruhi produksi
biogas meliputi C:N rasio, temperatur, waktu penyimpanan, pH, konsentrasi
lumpur, laju pengadukan/ pencampuran, dan nutrisi bakteri (starter) (Oyeleke et
al., 2003).
Salah satu masalah pembakaran
dihadapi dunia saat ini adalah pengelolaan semua sumber yang membahayakan kehidupan
manusia. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan biogas dari feses ayam dan
memanfaatkan lumpur sisa sebagai biofertilizer.
BAHAN DAN METODE
Koleksi
Sampel : feses kering ayam yang diperoleh dari Niger State Livestock Feeds, Bosso,
Minna, Nigeria, dan dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi dari Federal University
of Technology, Minna dalam kantong plastik bersih.
Karakterisasi
Feses Ayam : parameter fisikokimia dari feses ayam ditentukan oleh pengujian untuk
total solid, kadar air, volatil solid, dan kadar abu menggunakan metode yang
dijelaskan oleh Jeffery et al., (1989).
Persiapan Bubur : 2,8 kg feses
ayam dimasukkan dalam 3,7 liter air hangat, dicampur dan diisi ke dalam digester
anaerobik dengan sesekali agitasi seperti yang dijelaskan oleh Bajah &
Garba (1992).
Penentuan pH
dan Temperatur : pH bubur ditentukan dengan menggunakan SUNTEX pH meter
(SP-701) sedangkan temperatur diukur dengan menggunakan termometer.
Persiapan
Media : media kultur yang digunakan disiapkan dengan metode laboratorium standar
yang dijelaskan oleh Cheesbrough (2003). Ini termasuk : kaldu nutrisi, nutrien
agar, centrimide agar, agar garam manitol dan sabouraud dextrose agar.
Isolasi dan
Karakterisasi Mikroorganisme : Bubur diencerkan bertingkat menggunakan
pengenceran tingkat sepuluh kali dan 0,1 ml dari 10-7 faktor
pengenceran tersebar ke plate nutrien agar untuk enumerasi dan isolasi bakteri
dan sabouraud dekstrosa agar untuk enumerasi dan isolasi jamur. Plate nutrien
agar diinkubasi secara aerob dan anaerob pada 37°C selama 24 jam. Pelat agar sabouraud
dekstrosa diinkubasi pada 28°C selama 3-5 hari. Isolat bakteri dikarakterisasi
menggunakan metode yang dijelaskan oleh Cowan (1974), sedangkan jamur dikarakterisasi
secara makroskopik dan mikroskopik (Domsch & Gams, 1970).
Proses
Digesti : Digunakan sebuah silinder tangki digester 60 liter. Bubur dimasukkan
dalam digester melalui inlet. Inlet tertutup untuk udara yang akan masuk pada
digester. Ujung pipa terhubung pada rangkaian labu bulat dibawah air untuk
menerima gas CO2 dan H2S dalam jangka waktu penyimpanan
sepuluh (10) hari. Air yang masuk dari pipa masuk dan diuji keasaman
menggunakan kertas lakmus.
Pengaruh
Sludge pada Pertumbuhan Jagung : Sedikit tanah liat diukur dan ditempatkan
dalam dua puluh wadah dan dibasahi dengan air. Lumpur dari digester dicampur
dengan tanah sepuluh wadah sedangkan sisanya sepuluh wadah dibiarkan tanpa
sludge (kontrol). Dua butir benih jagung dalam wadah. Semua pengamatan sehubungan
dengan perkecambahan dan pertumbuhan (tinggi) tercatat selama dua minggu.
HASIL
Sifat
fisikokimia feses ayam segar dan sludge feses ayam pada 18 hari digestion : Tabel 1 menunjukkan
sifat fisikokimia feses ayam segar dan sludge feses ayam pada hari ke -18 dari
pencernaan. Ada peningkatan persentase (%) Total Solids (dari 86,5 menjadi 23,6%),
kadar air (dari 13,5 menjadi 76,4%), kadar abu (dari 35,7 menjadi 44,8 %), dan
pH (dari 6,7 menjadi 6,9) antara feses ayam segar dan sludge feses ayam pada
hari ke-18 digestion tapi ada penurunan volatil solid (dari 64,3 menjadi 55,3%)
dan temperatur (°C) (dari 31,3 menjadi 30,0%).
Jumlah Bakteri
yang Terisolasi dalam Digester : Tabel 2 menunjukkan rata-rata
bakteri yang diisolasi dari digester. Bakteri dengan jumlah tertinggi adalah Methanococcus sp. (1,5x108
cfu/g) diikuti oleh Methanobacterium
sp. (1,2x106 cfu/g) sedangkan bakteri dengan jumlah minimal adalah Pseudomonas aeruginosa (1,0x102
cfu/g) diikuti oleh Bacillus subtilis (1,5x103
cfu/g).
Jumlah Jamur
yang Terisolasi dalam Bubur Sebelum Digestion : Jamur
dengan jumlah tertinggi pada bubur yang belum diisolasi adalah Mucor mucedo (1,7x103 cfu/g),
diikuti oleh A. niger (2,0x102)
dan Penicillium notatum (1,5x102
cfu/g).
Pengaruh Temperatur dan
pH pada Produksi
Biogas selama 18 hari:
Rerata produksi biogas
adalah 72,2 cm3/kg/hari,
berarti pH adalah
6,9 sedangkan temperatur rata-rata adalah 30,9°C.
Volume biogas tertinggi (90 cm3/kg/hari)
diproduksi hari ke-14 pada temperatur
33.3°C dan pH 7,0 diikuti oleh
85 cm3/kg/hari pada ketiga belas (13)
hari pada temperatur 33,0°C dan pH 7,0. Volume paling biogas paling sedikit (60 cm3/kg/hari) diproduksi pada tanggal 9 hari dengan
temperatur 28°C dan pH 7,2.
Efek rata-rata lumpur yang diperkaya tanah
terhadap pertumbuhan tanaman jagung
(mm): Tabel 3 menunjukkan efek tanah diperkaya sludge terhadap pertumbuhan tanaman jagung (mm). Pertumbuhan tertinggi jagung yang fortified dengan sludge pada periode pertumbuhan empat belas (14) hari adalah 3300 mm sedangkan pertumbuhan tertinggi tanaman jagung unfortified dengan lumpur dengan periode pertumbuhan empat belas (14) hari adalah 1400 mm. Rata-rata pertumbuhan jagung fortified dengan lumpur adalah 1564 mm, sementara rata-rata pertumbuhan tanaman jagung unfortified dengan lumpur adalah 711 mm.
(mm): Tabel 3 menunjukkan efek tanah diperkaya sludge terhadap pertumbuhan tanaman jagung (mm). Pertumbuhan tertinggi jagung yang fortified dengan sludge pada periode pertumbuhan empat belas (14) hari adalah 3300 mm sedangkan pertumbuhan tertinggi tanaman jagung unfortified dengan lumpur dengan periode pertumbuhan empat belas (14) hari adalah 1400 mm. Rata-rata pertumbuhan jagung fortified dengan lumpur adalah 1564 mm, sementara rata-rata pertumbuhan tanaman jagung unfortified dengan lumpur adalah 711 mm.
PEMBAHASAN
Hasil dari sifat fisikokimia feses
ayam selama 18 hari menunjukkan penurunan total solid (%) dan volatil solid (%)
86,50 menjadi 23,60 dan 64,32 menjadi 55,23. Hal ini mungkin karena penggunaan
limbah oleh mikroorganisme. Sesuai dengan pendapat dari Oyeleke et al. (2003),
yang menyatakan bahwa, total solid dan volatile solid berkurang dan produksi metana
meningkat. PH berkisar 6,8-7,4 sesuai dengan Hansen (2001) yang menyatakan
bahwa kisaran pH 6,8 dari netral menjadi 7,4 diperlukan untuk produksi biogas
optimum sedangkan temperatur bervariasi dari 28°C sampai 33,3°C. Produksi gas diamati
dengan peningkatan temperatur (Tabel 4), sesuai dengan Lawal et al. (2001)
bahwa produksi biogas lebih baik dengan peningkatan temperatur dan penurunan temperatur
mengakibatkan penurunan produksi biogas.
Periode penahanan dan penyimpanan
untuk produksi biogas adalah hari kedelapan dan sepuluh hari. Hal ini mungkin
disebabkan oleh akumulasi asam, kehabisan nutrisi atau produksi substansi auto
toksik oleh mikroba karena proses ini adalah batch culture system.
Dua kelompok bakteri telah diisolasi
dari digester (Tabel 2), merupakan bakteri pembentuk asam (B. subtilis, P. aeruginosa,
S. aureus, dan E. coli) dan pembentuk metana (Methanobacterium
sp. dan Methanococcus sp.). Pembentuk
asam mengkonversi senyawa kompleks dalam limbah ayam seperti karbohidrat, protein,
dan lemak menjadi asam lemak dengan berat molekul rendah, asetat, dan senyawa
organik sederhana. Kemudian diubah oleh bakteri yang memproduksi metana menjadi
biogas.
Feses ayam 2,8 kg menghasilkan total
1300 cm3 biogas dengan masa retensi 10 hari dengan rata-rata 72,2 cm3/kg/hari.
Jumlah rendah dari biogas yang dihasilkan oleh feses ayam mungkin karena rendahnya
C:N ratio 10:1. Lawal et al. (2001) menyatakan bahwa feses unggas mengandung
urea tinggi yang pada dekomposisi menghasilkan sebagian besar gas amonia.
Tanaman jagung yang diperkaya dengan
sludge (Tabel 3) memberikan pertumbuhan rata-rata 1564 mm sedangkan tanah
unfortified memberikan pertumbuhan rata-rata 711 mm. Hal ini mungkin disebabkan
oleh peningkatan nutrisi organik dalam tanah yang diperkaya sludge yang berfungsi
sebagai pupuk untuk jagung. Dengan demikian, meskipun feses ayam bukan merupakan
substrat yang terbaik untuk produksi biogas optimum, tetapi dapat berfungsi
sebagai biofertilizer yang sangat baik.
DAFTAR PUSTAKA
Ainswort,
J. L., Atwood, D., Rideont, J. (2001). Anaerobic Digester System,
Midland Texas, United State Patent No: 6, 299,774 pp.11-18.
Ajuyah,
A. O. (1996). The potent of Integrated Biosystems in small pacific island
countries, School of Agriculture and Institute for Research
Extension and Training, University of the south pacific, Western Samoa, UNESCO
publication pp. 5-9.
Bajah, S. H.
& Garba, A. (1992). Chemistry. A new certificate approach.
Longman Publisher, Lagos Nigeria.
Charles, F.
Dennis, S. & James, R. F. (2003). Generating methane Gas from manure.
http//www.inform.unid.edu/edu.generating_methjane_gas_from manuire.htm :1-8.
Cheesbrough, M.
(2003). Preparation of reagent and culturE media. District
Laboratory practices in tropical countries. Cambridge University Press.
Edinburgh United Kingdom.
Cowan, S. T.
(1974). Manual for the identification of medical Bacteria second ed.
Cambridge University Press New York.
Domsch,
K. H. & Gams, W. (1970). Fungi in Agricultural Soils. Longman Group
Limited, London.
Hansen,
W. R. (2001). Methane generating farm livestock wastes. Publication of
Farm Management Colorado State University, Colorado.
Jeffery,
C.H., Bsset, J., Mendhan, J., Danney, D. (1989). Vogels textbook of
quantitative chemical analysis, Longman Group Publishers fifth ed.
Lawal, A. K.,
Ajuebor, F. N. & Ojosu, J. O. (2001).Characteristic of piggery wastes feeds
stock for determination of Design parameters to Biogas digester plant. Nigerian
Journal of Research and Review in Science 2:193-198.
Odeyemi, O.
(2001). Biogas production. Proceeding of the fifth Annual Conference of the
Nigerian Society of Microbioogy, Ado Ekiti, 2nd–6th Dec., 2001, pp. 17-24
Oyeleke, S. B.,
Onigbajo, H. O. & Ibrahim, K. (2003). Degradation of animal wastes (cattle
dung) to produce methane (cooking gas). Proceeding of the eighth annual
Conference of Animal Science Association of Nigeria (ASAN), pp. 168-169.